Teori Pemikiran Sosiologi Produksi

2/21/2018

1. Emile Durkheim ( 1858 – 1917) 

Gagasan-gagasan yang dikembangkan oleh Durkheim dalam The Rules of Sociological Methods (1895) dan Suicide (1897), merupakan landasan-landasan dari sosiologi Durkheim. Hal ini sangat jelas terlihat dalam asumsi-asumsi metodologis yang diterapkan dalam buku-buku tersebut. Keduanya berada dalam konteks pikiran Durkheim sendiri dan dalam kerangka kerja yang pada umumnya adalah mengenai persoalan-persoalan etika sosial.


Mengenai Analisis Durkheim dalam Suicide didasarkan pada karya penulis-penulis seperti itu, akan tetapi juga sebagai titik tolak dari kesimpulan-kesimpulan umum mengenai tata moral dari bermacam bentuk masyarakat yang berlainan, sebagaimana yang dikemukakan dalam The Division of Labor(1964).

Tema pokok dari The Rules adalah bahwa sifat subyek masalah dari sosiologi harus dijelaskan, dan bidang penelitiannya harus ditentukan dengan tegas batas-batasnya. Durkheim berulang kali menekankan di dalam tulisan-tulisannya bahwa sosiologi itu sebagian besar tetap merupakan suatu disiplin filsafat, yang terdiri dari sejumlah generalisasi heterogen yang mencakup segala aspek, serta yang lebih tertumpu pada latar belakang logis dari aturan-aturan a priori dari pada studi empiris yang sistematis. Sosiologi, menurut Durkheim dalam Suicide, masih dalam taraf membangun dan sistesis-sintesis filsafat. 

Sementara, usaha untuk menyoroti suatu bagian yang terbatas dari bidang sosial, sosiologi lebih menyukai generalisasi-generalisasi yang briliyan. Disiplin ini menaruh perhatian pada penelitian tentang manusia dalam masyarakat, akan tetapi kategori dari apa yang sosial itu sering digunakan secara tidak mengikat (Giddens, 1986: 107).

Kemudian, usaha untuk mendefinisikan kekhususan dari yang sosial itu, didasari oleh penggunaan kriteria exteriority dan constraint. Ada dua makna yang saling berkaitan, dimana fakta-fakta sosial merupakan hal yang eksternal bagi individu: (1) tiap orang dilahirkan dalam masyarakat yang terus berkembang dan yang telah memiliki suatu organisasi atau struktur yang pasti serta mempengaruhi kepribadiannya; (2) fakta-fakta sosial merupakan hal yang berada di luar bagi pribadi seseorang dalam arti bahwa setiap individu manapun, hanyalah merupakan suatu unsur tunggal dari totalitas pola hubungan yang membentuk suatu masyarakat. 

2. Marx Weber (1864 – 1920 ) 

Max Weber mengakui peran teknologi bagi perkembangan masyarakat. Weber juga mengakui konflik bersifat inheren di tiap masyarakat. Namun, Weber tidak sepakat dengan determinisme ekonomi Marx. Jika Marx menganut materialisme historis, maka Weber dapat dikatakan menganut idealisme historis. Bagi Weber, masyarakat terbentuk lewat gagasan atau cara berpikir manusia. Dalam hal ini, Weber bertolak belakang dengan Marx yang justru mengasumsikan gagasan tidak lebih proyeksi cara-cara produksi ekonomi. 

Konsep yang diperkenalkan Weber adalah tipe ideal (ideal typhus). Makna ideal typhus adalah pernyataan abstrak mengenai ciri-ciri esensial tiap fenomena sosial. Masyarakat pemburu dan peramu, hortikultural dan pastoral, agraris, industrial, dan posindustrial adalah contoh dari tipe ideal. Ideal, dalam maksud Weber, bukan berarti baik atau buruk. Tipe ideal lebih merupakan cara mendefinisikan sesuatu. Dengan mengajukan tipe ideal atas setiap fenomena sosial, seseorang dapat melakukan perbandingan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, atau bahkan mendorong perubahan suatu masyarakat kepada tipe ideal yang dikehendaki. Tipe ideal atas suatu fenomena sosial mendorong terciptanya gagasan baru: Tipe ideal adalah gagasan. 

Organisasi rasional Weber merupakan contoh dari gagasan. Saat menggagasnya, organisasi ini belum muncul di kenyataan tatkala Weber mengamati pola kerja pegawai publik dalam Dinasti Hohenzollern yang saat itu menjalankan pemerintahan Prussia. Sistem kerja dinasti tersebut bercorak patrimonial di mana ketaatan seorang pejabat publik bukan pada pekerjaan melainkan pada personalitas tokoh-tokoh politik (patron). 

Sementara, gagasan Weber adalah cara kerja ini harus digantikan dengan yang lebih rasional, di mana ketaatan kepada personal harus digantikan dengan ketaatan atas peraturan impersonal. Organisasi yang diajukan Weber adalah organisasi legal-rasional. Kata birokrasi bukan berasal dari Weber karena ia tidak pernah menyebut kata birokrasi dalam karyanya. Namun, kata birokrasi kini kerap dihubung-hubungkan dengan gagasan Weber. 

Dalam menganalisis masyarakat, Weber menekankan bagaimana orang berpikir tentang dunia kontekstualnya. Individu dalam masyarakat pra industri terikat oleh tradisi, sementara pada masyarakat industrial diikat rasionalitas. Tipe ideal Weber mengenai tradisi adalah nilai serta kepercayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Masyarakat tradisional terbentuk tatkala para anggotanya diarahkan oleh masa lalu atau merasakan ikatan kuat pada cara hidup yang sudah bertahan lama (tradisi). Gagasan seperti tindakan baik atau buruk ditentukan apa yang telah diterima dari masa sebelumnya. Sebaliknya, orang-orang yang hidup di masa lebih kemudian (modern), lebih mengedepankan rasionalitas, yang maknanya adalah – menurut Weber – cara berpikir yang menekankan kesengajaan, berupa perhitungan pasti seputar cara-cara yang lebih efektif dalam merampungkan pekerjaan. 

Ketergantungan pada hal-hal sentimentil pada masyarakat tradisional tidak beroleh tempat di masyarakat modern. Orang modern berpikir dan bertindak berdasarkan efeknya bagi masa kini dan masa mendatang, bukan masa lalu. Dengan demikian, Weber mengajukan pendapatnya mengenai rasionalisasi masyarakat yang didefinisikannya sebagai perubahan historis gagasan manusia (idealisme historis) dari tradisi menuju rasionalitas. Weber menggambarkan masyarakat modern sebagai sama sekali baru karena mengembangkan cara pikir ilmiah yang menyapu jauh-jauh segala ikatan sentimental atas masa lalu. 

Apakah digunakannya suatu teknologi mengindikasikan modern-nya suatu masyarakat? Bagi Weber jawabannya belum tentu karena teknologi hanya maksimal dimanfaatkan jika masyarakat penggunanya paham akan peran teknologi tersebut bagi dunianya. Apa gunanya komputer bagi masyarakat yang masih menggantungkan dirinya pada hubungan langsung dengan alam seperti masyarakat pemburu-peramu.

Dalam menyikapi masyarakat industrial Weber tentunya berbeda pendapat dengan Marx. Weber memandang masyarakat industrial sepenuhnya rasional karena kapitalis punya kemampuan mengkalkulasi aspek untung-rugi suatu kegiatan produksi. Kalkulasi mereka lakukan sebelum uang diinvestasikan ke dalam kegiatan produksi. Sebaliknya, Marx justru menganggap masyarakat industrial sebagai irasional karena masyarakat ini gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar mayoritas anggotanya. 

Bagi Weber, kapitalisme, birokrasi, dan ilmu pengetahuan adalah ekspresi (perwujudan) dari gagasan utama masyarakat modern: Rasionalitas. Namun, layaknya Marx, Weber juga menemukan potensi alienasi (keterasingan) individu di dalam masyarakat yang rasional ini. Jika Marx menjelaskan alienasi tercipta akibat ketimpangan ekonomi, maka bagi Weber alienasi tercipta sebagai hasil operasi organisasi rasional. Organisasi rasional memperlakukan manusia melulu sebagai angka, tugas, jabatan, atau kompetensi ketimbang keunikan individualitas manusiawi mereka. Kepastian, impersonalitas, keterukuran, dan predictability masyarakat modern yang rasional membuat Weber khawatir manusia kehilangan aspek kemanusiaannya

Fokus Kajian Sosiologi Tentang Produksi :

Melihat beberapa pandangan yang diutarakan oleh Karl Marx, Weber dan Durkheim, kita bisa memahami bahwa produksi merupakan proses yang diorganisasi secara sosial dimana barang dan jasa diciptakan. Adapun yang menjadi Fokus kajian sosiologi tentang produksi antara lain yaitu : 

a. Kerja, yang terdiri atas ideologi , nilai, sikap motivasi dan kepuasan 

b. Faktor produksi yang terdiri atas tanah, tenaga kerja, teknologi, kapital dan organisasi 

c. Pembagian Kerja 

d. Cara-cara Produksi 

e. Hubungan- hubungan produksi 

f. Proses teknologi yang terdiri atas intrument, pengetahuan, jaringan operasi dna kepemilikan 

g. Alienasi 

h. Teknologi dan kerja 

i. Pendidikan, teknologi dan kerja 

Dalam menjelaskan beberapa fenomena yang menjadi fokus kajian sosiologi seperti tersebut diatas, para sosiolog juga menggunakan beberapa teorinya. Diantaranya yaitu :

Baca Juga :
~Pemikiran-Pemikiran Mengenai Sosiologi Pedesaan 
~Pengertian dan Tokoh-Tokoh Ahli Demokrasi

Teori Konsep Aktor

Dalam konsep ini menjelaskan bagaimana cara seseorang dalam melakukan tindakan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak hanya berhubungan dengan konsumsi dan distribusi, namun juga tentang produksi. Kita paham bahwa titik analisis ekonomi itu adalah individu. Pendekatan individu dalam analisis ekonomi berakar dari utilitarianisme dan ekonomi politik Inggris, dimana utilititarianisme mengasumsikan bahwa individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar kesenangan pribadi atau keuntungan pribadi, dan mengurangi penderitaan atau menekan biaya. Ekonomi politik Inggris dibangun diatas prinsip “laissez faire, laissez passer “. Yaitu “ biarkan hal-hal sendiri , biarkan hal-hal yang baik masuk”. Artinya biarkan individu mengatur dirinya, karena individu tahu yang dimaunya.

Dalam pandangan sosiologi. Sosiolog lebih mengarahkan perhatiannya pada aktor sebagai konstruksi secara sosial, yaitu aktor dalam suatu interaksi atau aktor dalam masyarakat, termasuk dalam hal produksi. Yang dimaksud dengan aktor dalam suatu interaksi adalah individu yang terlibat dalam suatu interaksi dengan individu atau beberapa (sekelompok) individu lainnya. Pada tahap ini individu dilihat sebagai aktor yang kreatif dalam menciptakan,mempertahankan dan merubah dunianya pada saat interaksi langsung. Atau dengan bahasa lain yaitu pada tahap ini individu bertindak sebagai aktor yang bebas dalam melakukan setiap kegiatan proses produksinya.

Sedangkan teori konsep tindakan Didalam ekonomi, aktor diasumsikan mempunyai beragam pilihan yang berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan oleh aktor tersebut yang bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan (individu) dan keuntungan (kelompok). Dan tindakan itu dipandang rasional secara ekonomi. Dan dalam sosiologi melihat beberapa kemungkinan dari tindakan ekonomi, baik itu konsumsi, distribusi dan produksi. Seperti yang dikatakan oleh Weber, tindakan ekonomi dapat berupa rasional, tradisional, dan spekulatif irrasional.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close